1. Titrasi 100 mL asam sulfat 0,05 M + ammonium hidroksida 1 M. Kb = 1. 10-5
a. pH awal titrasi → pH asam sulat
H2SO4 → 2H+ + SO42-
0,05 2. 0,05 0,05
pH = - log [0,1]
pH = 1
b. pH pada titik ekivalen
H2SO4 + 2NH4OH → (NH4)2SO4 + 2 H2O
1 ekivalen H2SO4 tepat bereaksi dengan 2 ekivalen NH4OH
Mol H2SO4 = 0,05 x 100 = 5 mmol = mol garam
Mol NH4OH = 2/1 x 5 mmol = 10 mmol
Volume NH4OH = 10 mmol/1 M = 10 mL
Molaritas garam= 5 mmol/110 mL = 0,045 M
Pada titik ekivalen terjadi reaksi hidrolisis asam kuat dan basa lemah, sehingga:
[H+] = (Kw/Kb)1/2 x [garam]
= 6,708 x 10-6
pH = 5,173
c. Pada penambahan 3 mL basa
H2SO4 + 2NH4OH→ (NH4)2SO4 + 2 H2O
Awal 5 mmol 3 mmol
Reaksi 1,5 mmol 3 mmol
Akhir 3,5 mmol - 1,5 mmol
Volume total = 3 mL + 100 mL = 103 mL
Ada kelebihan asam kuat sebesar 3,5 mmol → M = 3,5 mmol/103 mL = 0,034 M
H2SO4 → 2H+ + SO42-
0,034 2 x 0,034 0,034
pH = - log 6,8 x 10-2
pH = 1,167
d. Pada Penambahan 12 mL basa
H2SO4 + 2NH4OH→ (NH4)2SO4 + 2 H2O
Awal 5 mmol 12 mmol
Reaksi 5 mmol 10 mmol
Akhir - 2 mmol 5 mmol
Volume garam = 12 mL + 100 mL = 112 mL
Ada sisa basa lemah sehingga terbentuk buffer basa lemah dan garamnya, jadi:
pOH = pKb + log [garam]/[basa]
= 5,398
pH = 14 - 5,398 = 8,602
2. Campuran perak nitrat 0,01 M dan timbal nitrat 0,01 M
Ksp AgCl = 1,6 x 10-10
Ksp PbCl2 = 1,8 x 10-5
AgNO3 → Ag+ + NO3
0,01 M 0,01 M
Pb(NO3)2 → Pb2+ + 2NO32-
0,01 M 0,01 M
· Hitung [Cl-] yang diperlukan untuk mengendapkan AgCl
[Ag+] [Cl-] = Ksp AgCl
[Ag+] [Cl-] = [0,01] [Cl-] = 1,6 x 10-10
[Cl-] = 1,6 x 10-10/ 0,01
= 1,6 x 10-8
· Hitung [Cl-] yang diperlukan untuk mengendapkan PbCl2
[Pb2+] [Cl-]2 = Ksp PbCl2
[Pb2+] [Cl-]2 = [0,01] [Cl-]2 = 1,8 x 10-5
[Cl-]2 = (1,8 x 10-5/0,01)1/2
= 4,2 x 10-2
Konsentrasi [Cl-] yang diperlukan untuk mengendapkan AgCl lebih kecil dibandingkan yang diperlukan untuk mengendapkan PbCl2 (1,6 x 10-8 < 4,2 x 10-2 ), sehingga AgCl akan mengendap terlebih dahulu.
Ion Ag+ dan Pb2+ dalam larutan bisa dipisahkan dengan NaCl, karena pada penambahan 1,6 x 10-8 mol NaCl akan terbentuk endapan AgCl sementara endapan PbCl2 belum terbentuk.
3. Diketahui data hasil eksperimen untuk penentuan laju reaksi
Laju reaksi = laju pengurangan reaktan (M) atau laju penambahan produk tiap satuan waktu (sekon).
v = [Δproduk]/Δt
Sehingga:
V1 = [0,25 – 0,0995]/30 = 5,0167 x 10-3
V2 = [0,25 – 0,0998]/40 = 3,755 x 10-3
V3 = [0,3 – 0,1025]/50 = 3,95 x 10-3
V4 = [0,4 – 0,1038]/60 = 4,937 x 10-3
Reaksi A + 2B → C
V = k [A]x [B]y
· Orde reaksi terhadap A (x) ditentukan dari data 3 dan 4
V3/V4 = ([A1]/[A2])x
3,95 x 10-3/4,937 x 10-3 = (0,3/0,4)x
0,8 = (0,75)x x log
log 0,8 = x log 0,75
x = -0,0969/- 0,1249
x = 0,78
Jadi, orde reaksi terhadap A adalah 0,78
· Orde reaksi terhadap B (y) ditentukan dari data 1 dan 2
V1/V2 = ([B1]/[B2])y
5,0167 x 10-3/3,755 x 10-3 = (0,8/0,9)y
1,336 = (0,89)y x log
log 1,336 = y log 0,89
y = 0,1258/- 0,0506
y = - 2,49
Jadi, orde reaksi terhadap B adalah – 2,49, artinya bahwa reaksi berbanding terbalik dengan konsentrasi reaktan B → semakin besar konsentrasi B maka laju reaksi akan turun.
Orde reaksi total = 0,78 – 2,49 = - 1,71
· Hukum laju untuk reaksi tersebut :
V = k [A]0,78 [B]-2,49
· Tetapan laju (k) dapat ditentukan berdasarkan salah satu data, misal data no. 1
K = 5,0167 x 10-3 mol L-1 s-1/(0,25 mol L-1)0,78 (0,8 mol L-1)-2,49
K = 5,0167 x 10-3 mol L-1 s-1/ 0,590877 mol-1,71 L-3,27
K = 8,49 x 103 mol2,71 L2,27 s-1
4. A. teori asam basa
1) teori asam basa Arrhenius
asam = zat yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion H+
HCl (aq)→ H+ (aq) + Cl-(aq)
Basa = zat yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion OH-
NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH- (aq)
2) teori asam basa bronsted-Lowry
asam = spesi yang dapat mendonorkan proton (H+)
basa = spesi penerima proton
sehingga dalam reaksi terdapat pasangan asam basa konjugasi
HClO4(aq) + H2O (l) → H3O+ (aq) + ClO4- (aq)
Asam1 basa 2 asam2 basa 1
3) teori asam basa Lewis
asam = spesi yang dapat menerima (akseptor) pasangan elektron
basa = spesi yang dapat memberikan (donor) pasangan elektron
H+ + C=N → H-C=N
Proton (H+) adalah spesi yang kehilangan elektron, sedangkan C masih memiliki 2 elektron yang tidak berpasangan, sehingga pasangan e ini akan diberikan pada H untuk tercapainya aturan duplet. Dengan demikian akan terbentuk ikatan antara H dan C. Ion hidrogen berperan sebagai asam dan ion sianida sebagai basa.
B. Sistem koloid merupakan suatu sistem dispersi yang merupakan campuran dari dua zat yang tidak bercampur namun nampak homogen, yang terdiri atas 2 fasa, yaitu fasa pendispersi dan fasa terdispersi, ukuran partikel koloid adalah antara 10-9 – 10-7 nm.
Contoh : busa sabun (fasa terdispersi gas dalam cairan)→ disebut busa cair/buih
Kaca berwarna (fasa terdispersi padat dalam padat)→ disebut sol padat
Susu (fase terdispersi cair dalam cairan) → disebut emulsi cair.
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi laju reaksi:
1) Sifat dan keadaan zat, seperti kondisi reaksi asam atau basa dan luas permukaan zat-zat yang bereaksi. Semakin luas permukaan zat yang bereaksi semakin cepat laju reaksi karena luas kontak antar permukaan zat – zat yang bereaksi semakin besar sehingga memungkinkan kontak antar pereaksi yang semakin sering dan banyak sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat.
2) Konsentrasi → semakin besar konsentrasi maka jumlah partikel pereaksi dan jarak antar partikel semakin dekat sehingga memungkinkan jumlah tumbukan yang lebih banyak. Tumbukan yang banyak dan sering antara partikel pereaksi akan meningkatkan laju reaksi.
3) Suhu → semakin besar suhu maka energi kinetik partikel akan meningkat sehingga tumbukan antar partikel pereaksi akan lebih cepat dan semakin sering terjadi laju reaksi akan meningkat
4) Katalis → katalis dapat mempercepat (katalis positif) maupun memperlambat laju reaksi (inhibitor). Katalis positif berperan dalam menurunkan energi pengaktifan dan mengkondisikan orientasi molekul yang sesuai untuk terjadinya tumbukan sehingga akan mempercepat laju reaksi.